GENERASI MUDA DAN PENDIDIKAN KERAS VERBAL: PERSPEKTIF MAHASISWA TBI AL-QOLAM DAN UNISMA DALAM KAJIAN LINTAS HIMA

Malang, 6 Agustus 2024 – Isu hangat seputar pendidikan karakter generasi muda menjadi sorotan dalam kajian lintas HIMA yang digelar di Café Stay With Me. Acara ini dihadiri oleh mahasiswa (TBI) Universitas Al-Qolam (UNIQ) dari berbagai semester serta mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Islam Malang (Unisma) yang turut berpartisipasi aktif. Dari dua instansi yang berbeda, kajian lintas hima ini menghadirkan perdebatan dan pertanyaan yang harus dibahas mengenai relevansi pendidikan keras secara verbal dalam membentuk karakter pemuda masa ini.

“Pendidikan yang baik bukan hanya tentang menanamkan pengetahuan, tetapi juga tentang membangun karakter. Karakter yang kuat membantu seseorang menghadapi tantangan dengan kepercayaan diri dan kejujuran.”~ Martin Luther King

Dua pemateri utama, Rizal Khamdi dari Unisma dan Alfarizi dari UNIQ, menyajikan perspektif berbeda namun saling melengkapi. Rizal Khamdi mengkritisi efektivitas metode pendidikan keras di era modern. Menurutnya, pendekatan yang lebih humanis dan berfokus pada potensi individu lebih relevan untuk membentuk karakter yang kuat dan mandiri. Rizal menekankan pentingnya komitmen, kerja keras, dan kekompakan dalam sebuah tim.

Sementara itu, Alfarizi mengakui adanya sisi positif dari pendidikan keras, namun ia juga menyoroti potensi dampak negatifnya, seperti trauma psikologis dan penurunan motivasi belajar. Alfarizi menekankan pentingnya mencari keseimbangan antara disiplin dan kasih sayang dalam mendidik.

Diskusi yang dimoderatori oleh Zahwa, mahasiswa TBI Universitas Al-Qolam, semakin memanas ketika para peserta aktif menyuarakan pendapat mereka. Dia sendiri turut menambahkan bahwa metode tarik ulur antara senior dan junior atau pendidik dan peserta didik memainkan peran penting dalam pendidikan. Menurutnya, metode ini bukan berarti kembali ke pendidikan keras yang menyiksa, tetapi lebih pada dinamika sehat antara memberikan kebebasan dan batasan.

“Saya melihat bahwa metode tarik ulur memiliki peran yang penting. Tarik ulur ini bukan berarti kita harus kembali pada metode pendidikan keras yang menyiksa, tetapi lebih kepada sebuah dinamika yang sehat antara memberikan kebebasan dan memberikan batasan.” Ujar moderator.

Menurut moderator, melalui tarik ulur dalam sebuah organisasi, tim dapat belajar untuk bertanggung jawab atas pilihannya, sekaligus memahami konsekuensi dari setiap tindakan. Zahwa juga menekankan pentingnya apresiasi dalam membangun semangat tim.  “Jangan lupa untuk memberikan apresiasi kepada anggota yang aktif dan berprestasi,” katanya. Apresiasi akan membuat mereka merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkontribusi. Dengan metode tersebut, dapat memberikan ruang bagi kreativitas dan inovasi, kita dapat mendorong anggota dan pengurus untuk mengembangkan potensi diri mereka. Namun, kita juga perlu memberikan batasan yang jelas agar mereka tidak keluar dari jalur.

Diskusi ini membawa implikasi yang signifikan bagi dunia pendidikan dan mulai berbagi pengalaman serta menceritakan keluh kesah pribadi. Ada yang bertanya, “Bagaimana jika pendidikan keras secara verbal diimplementasikan dalam lembaga pendidikan (sekolah) ? Apakah relevan, dengan perkembangan zaman sekarang!” tanya peserta kajian.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Rizal Khamdi menekankan pentingnya pendidik untuk proaktif dalam memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh peserta didik. “Kita perlu masuk ke dalam dunia mereka untuk mengetahui apa yang perlu ditingkatkan dan dievaluasi,” ujarnya. Rizal juga menekankan bahwa penanaman nilai-nilai karakter secara efektif menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik.

Dalam konteks organisasi mahasiswa dan lembaga pendidikan, kajian lintas HIMA yang diadakan di Café Stay With Me menyoroti pentingnya keseimbangan dalam pendekatan pendidikan karakter generasi muda. Diskusi ini menyimpulkan bahwa metode pendidikan keras secara verbal perlu dievaluasi ulang dengan mempertimbangkan potensi dampak negatifnya, seperti trauma psikologis dan penurunan motivasi belajar. Sebaliknya, pendekatan yang lebih humanis dan berfokus pada potensi individu dinilai lebih relevan dalam membentuk karakter yang kuat dan mandiri.

Pentingnya metode tarik ulur dalam hubungan antara pendidik dan peserta didik, serta antara senior dan junior dalam organisasi mahasiswa, juga menjadi sorotan utama. Metode ini, yang menggabungkan disiplin dengan kasih sayang serta kebebasan dengan batasan, dianggap mampu menciptakan dinamika yang sehat dan mendukung perkembangan karakter peserta didik. Selain itu, apresiasi terhadap kontribusi dan prestasi anggota organisasi atau peserta didik dinilai penting untuk memotivasi mereka. Dalam konteks ini, pendidik diharapkan lebih proaktif dalam memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh peserta didik, serta mampu menanamkan nilai-nilai karakter melalui metode pembelajaran yang responsif dan inovatif sesuai dengan perkembangan zaman.

Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya inovasi dan adaptasi dalam pendekatan pendidikan karakter, serta perlunya kolaborasi dan komunikasi yang baik antara pendidik dan peserta didik untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan suportif.

penulis: Nabila Dwi Zanuba

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *